:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2056831/original/043807000_1539854206-Iran.jpg)
Kecelakaan pesawat itu cukup mengejutkan alasannya yaitu Lion Air JT 610 memakai pesawat terbang keluaran terbaru Boeing yang lebih canggih, tipe Boeing 737 MAX 8 pendaftaran PK-LQP. Menurut laporan situs pemantau kedirgantaraan Flight Radar 24, burung besi tersebut gres dikirim dari Seattle --markas Boeing-- ke Indonesia pada Agustus 2018.
Apalagi pilot dan kopilot Lion Air JT 610 itu juga mempunyai jam terbang yang tergolong senior di dunia penerbang, masing-masing mengantongi 6.000 dan 5.000 jam terbang.
Tanda tanya besar pun menyeruak, mengapa di balik burung besi gres maupun keandalan pilot dan kopilotnya pesawat Lion Air JT 610 masih sanggup celaka?
Padahal dengan kelebihan tersebut, faktor 'human error' dan malfungsi pesawat seharusnya sanggup dikesampingkan.
Menurut perusahaan Boeing, seri 737 MAX yaitu pesawat dengan penjualan tercepat dalam sejarahnya, dan telah mengumpulkan hampir 4.700 pesanan. Seri MAX 8 telah dipesan oleh aneka macam maskapai penerbangan termasuk American Airlines, United Airlines, maskapai Norwegia, dan FlyDubai.
Mengutip BBC, Selasa (30/10/2018), diduga berpengaruh pesawat Boeing 737 MAX 8 yang dipakai Lion Air JT 610 mengalami persoalan teknis --yang dialami usai pesawat itu menuntaskan penerbangan kedua dari terakhirnya pada Minggu 28 Oktober 2018 tujuan Denpasar-Jakarta.
Hal itu mengarah pada laporan bahwa sebelum Lion Air JT 610 jatuh, pilot menghubungi pengatur lalu-lintas udara di Jakarta untuk meminta izin kembali (return to base), tak usang sesudah lepas landas.
Berdasarkan log teknis yang diperoleh BBC untuk penerbangan kedua dari terakhir pesawat itu, diketahui bahwa pembacaan kecepatan udara pada instrumen kapten tidak sanggup diandalkan, dan pembacaan altitudo pada instrumen pilot dan kopilot mengalami perbedaan.
Kondisi tersebut menciptakan pilot menyerahkan kontrol pesawat ke kopilot. Beruntung, penerbangan tersebut berjalan kondusif dan mendarat dengan selamat di Jakarta pada 28 Oktober 2018.
Lion Air belum mengonfirmasi laporan itu, tetapi hal tersebut mungkin menyiratkan terjadi persoalan teknis dalam penerbangan tersebut. Kendati demikian pimpinan perusahaan Lion Air ketika pesawat itu membenarkan bahwa burung besi tersebut telah 'mengalami masalah' ketika terbang dari Denpasar ke Jakarta.
CEO Lion Air, Edward Sirait menyampaikan bahwa hambatan tersebut "telah diselesaikan sesuai prosedur". Menurutnya, ketika ini Lion Air mengoperasikan 11 pesawat dengan model yang sama dan tak ada rencana untuk "memensiunkan" seluruh armada usai insiden nahas yang menimpa Lion Air JT 610.
baca Lagi deh https://www.liputan6.com/global/read/3680171/presiden-iran-berduka-atas-tragedi-pesawat-jatuh-lion-air-jt-610